Jawaban:
ada dua orang atau lebih yang melakukan transaksi, yakni penjual dan pembeli
jual beli yang sah :
1. jual beli dari sisi obyek akad
Menukar uang dengan barang. Misal: Menukar laptop dengan rupiah.
Menukar barang dengan barang atau barter (muqayadhah). Misal: Menukar handphone dengan jam tangan.
Menukar uang dengan uang (sharf). Misal: Menukar Rupiah dengan Won.
2. jual beli dari sisi waktu serah-terima
Serah terima barang dan uang dengan cara tunai.
Serah terima barang dan uang dengan cara uang dibayar di muka (akad salam).
Serah terima barang dan uang dengan cara barang diterima di muka dan uang menyusul (jual beli kredit/tidak tunai/ba’i ajal).
Serah terima barang dan uang tidak tunai atau jual beli hutang dengan hutang (ba’i dain bi dain). Misal: Jual-beli buku dengan saling menyepakati harga namun penjual tidak memiliki produk dan pembeli tidak memiliki uang tunai. Setelah produk ada, produk dikirim kemudian dan uang diserahkan kemudian.
3. jual beli dari sisi penetapan harga
Ba’i musawamah yaitu jual beli dengan cara tawar menawar. Misal: Suatu barang yang dijual dengan ditetapkan harga tertentu oleh penjual tanpa menyebutkan harga pokok dan pembeli diberi kesempatan untuk menawar harga barang tersebut (bentuk asal ba’i).
Ba’i amanah yaitu jual beli dengan cara penjual menyebutkan baik harga pokok barang dan harga jual barang tersebut. Ba’i jenis ini dibagi lagi menjadi 3 bagian, yaitu:
Ba’i murabahah, yakni penjual menyebutkan harga pokok barang dan keuntungan yang didapatkannya dari menjual barang tersebut. Misal: “Saya membeli barang ini seharga Rp 5.000 dan saya jual Rp 6.000 atau dengan keuntungan 20% dari modal.”
Ba’i wadh’iyyah, yakni penjual menjual barang dagangannya dengan harga jual di bawah harga pokok. Misal: “Saya membeli barang ini dengan harga Rp 75.000 dan akan saya jual dengan harga Rp 50.000.”
Ba’i tauliyah, yakni penjual menjual barang dagangannya dengan harga jual sama dengan harga pokok. Misal: “Saya membeli barang ini dengan harga Rp 50.000 dan akan saya jual dengan harga yang sama.”
syarat sah jual - beli :
Suatu transaksi jual-beli tidak akan sah apabila tidak terpenuhi 7 syarat-syarat berikut ini:
1. Saling rela antara kedua belah pihak baik penjual maupun pembeli
Syarat ini merupakan syarat yang mutlak harus ada dalam transaksi jual beli sesuai dengan firman Allah SWT:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu.” (QS: An Nisaa ayat 29).
Oleh karena itu, transaksi perdagangan yang terjadi dikarenakan keadaan terpaksa/dipaksa maka transaksi tersebut dianggap batal/tidak sah. Namun apabila dalam suatu keadaan terdesak, misal seseorang terlilit hutang dan dipaksa oleh hakim/qadhi untuk menjual hartanya demi melunasi beban hutangnya, maka akad tersebut sah.
2. Kedua belah pihak pelaku akad adalah orang yang memenuhi syarat melakukan akad
Maksud memenuhi syarat di sini adalah berakal dan sudah baligh. Maka dari itu, akad yang dilakukan oleh anak di bawah umur, orang gila atau orang dengan gangguang kejiwaan dianggap tidak sah kecuali dengan izin walinya. Namun, ada pengecualian bagi anak di bawah umur, yakni boleh melakukan akad hanya untuk jual beli hal kecil, misal: permen. Syarat ini sesuai dengan firman Allah dalam surat An Nisaa ayat 5 dan An Nisaa ayat 6.
3. Masing-masing pelaku akad memiliki hak milik atas harta obyek transaksi
Tidak sah menjual obyek yang tidak kita miliki dan tanpa seizin pemiliknya. Bagi barang milik anak yatim, penyandang keterbelakangan mental atau gangguan jiwa, maka wali dari mereka disamakan statusnya sebagai pemilik barang tersebut. Hal ini berdasarkan hadist berikut:
“Jangan engkau jual barang yang bukan milikmu.” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi).
4. Obyek transaksi adalah barang yang tidak dilarang agama
Menjual barang haram termasuk haram hukumnya. Misal menjual miras, daging babi, rokok, dan lain sebagainya. Hal ini berdasarkan hadist berikut:
“Sesungguhnya Allah bila mengharamkan suatu barang juga mengharamkan nilai jual barang tersebut.” (HR. Ahmad).
5. Obyek transaksi adalah barang yang dapat diserahterimakan
Transaksi jual beli tidak sah apabila obyek yang diperjualkan tidak dapat diserahterimakan. Misal, jual beli bintang di langit. Hal ini berdasarkan hadist berikut:
Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Nabi melarang jual beli gharar (penipuan). (HR. Muslim).
6. Obyek transaksi harus jelas dari segi apapun dan diketahui oleh kedua belah pihak
Tidak diperbolehkan terjadi transaksi yang tidak jelas obyeknya. Misal, jual beli mobil tanpa dilihat terlebih dahulu bentuk fisik serta spek mobilnya. Transaksi dengan obyek yang tidak jelas diklasifikasikan ke dalam gharar dan Allah jelas-jelas melarangnya.
Untuk mengetahui obyek transaksi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu:
Melihat langsung barang sebelum akad atau pada saat akad.
Penjual menjelaskan spesifikasi obyek secara sejelas-jelasnya kepada pembeli tanpa ada yang ditutup-tutupi.
penjelasan :
menurut agama islam ya , syukronnn
[answer.2.content]